Tragedi Keluarga Sukotjo Dalam Naskah “Widji”

Posted : 09 Dec 2017

Teater Minatani yang berasal dari Kabupaten Pati, Jawa Tengah, sukses menggelar kembali karyanya. Salah satu kelompok teater yang digawangi anak-anak muda Kota Bumi Minatani itu membawakan naskah “Widji”.

Pementasan yang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation ini digelar di dua kota. Pada tanggal 21 November 2017, pertunjukan disajikan di Gedung Joeang yang berada di jalan Panglima Sudirman turut Desa Ngarus, Kecamatan Kota atau tepatnya di Depan Hotel Pati. Sedangkan pertunjukan berikutnya digelar di Auditorium Universitas Muria Kudus, Kampus Gondang Manis, PO Box 53, Kudus, pada tanggal 9 Desember 2017.

Lakon Widji yang disajikan merupakan adaptasi dari naskah “Buried Child” karya Sam Shepard yang diterjemahkan langsung oleh Lacahya anggota Teater Minatani. Naskah ini menceritakan tentang petaka yang berawal dari dijualnya tanah yang dimiliki keluarga Sukotjo dan Kinasih kepada perusahaan tambang. Keluarga yang awalnya hidup sederhana dan bahagia itupun kemudian berubah menjadi orang kaya baru. Meski mereka tak lagi memiliki tanah yang pernah menjadi tumpuan hidup keluarga itu. Berkat kekayaannya, Sutedjo, anak pertama pasangan itu akhirnya mampu menjadi mahasiswa pertama dari kampung di kaki bukit tersebut. Namun, bukannya menjadikannya anak muda penuh visioner untuk membangun desanya, Tedjo justru terjerembap pada pergaulan bebas dan budaya foya-foya.

Naasnya, sisi negatif itu justru turut terbawa ke keluarganya. Kinasih, ibunya turut terpikat pada gemerlap dunia itu. Dan dari sanalah yang kemudian membawa petaka bagi keluarga itu. Suatu ketika Kinasih dan Tedjo termakan nafsu hingga terlibat incest yang kemudian berbuah bibit di rahim Kinasih. Permasalahan semakin kompleks saat Sukotjo suami Kinasih mengetahui kehamilannya itu. Padahal lebih dari enam tahun mereka tak pernah tidur seranjang. Prahara dalam keluarga itu membara. Sukotjo berusaha membunuh anak itu. Beruntung, sikap Kinasih yang bungkam akan siapa bapak dari jabang bayi itu mampu menyelamatkan bocah tak berdosa tersebut.

Sukotjo meminta Tedjo untuk membunuh bayi malang tersebut. Menguburnya bersama segala rahasia dan hal yang dianggap aib bagi keluarga itu. Namun tentu saja tak ada hal yang benar-benar bisa dipaksakan atau diatur oleh manusia. Sekalipun telah coba ditutup rapat, bocah itu datang dan menginginkan kebenaran. Keluarga itupun harus menanggung atas apa yang telah dilakukannya. Menggadaikan kebahagiaan keluarga dengan kenikmatan sesaat.

Lebih dari itu, sisi sosial budaya justru yang lebih penting untuk diperhatikan. Fenomena saling curiga dan adu domba bahkan sudah terjadi jauh sebelum pabrik tambang berdiri. Kehadiran gemerlapnya budaya “kota” juga rentan membawa masuknya budaya asing dan melunturkan budaya lokal. Meski dalam naskah ini diceritakan dalam konteks keluarga. Namun bisa disadari bahwa keluarga adalah gambaran terkecil dari masyarakat.

Semoga kegiatan ini mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat terutama generasi muda untuk terus berkarya serta meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.


Share to Facebook Share to Twitter Share to Google

Artikel Lainnya

Video Lainnya