Padneçwara Mempersembahkan “Dewabrata”

Posted : 28 Apr 2018

Durgandini bersedia menerima lamaran Sentanu, hanya dengan syarat jika nanti anak dari pernikahan mereka lahir, maka tahta Hastina harus menjadi haknya. Tentu saja Sentanu terkejut dan sedih. Calon penerus raja sudah ditentukan, yaitu Dewabrata, putra Sentanu dengan Dewi Gangga. Tak mungkin Sentanu mengubah tatanan begitu saja. Dengan berat hati, Santanu kembali ke kerajaannya. Tak lama kemudian, ia jatuh sakit karena kegagalannya untuk menikahi Durgandini.

Dewabrata yang beranjak remaja sangat menghormati dan sayang pada ayahnya.  Dia berhasil membuat ayahnya sembuh dan menikahi Durgandini. Dewabrata bersumpah bahwa tahta Hastina akan dia serahkan kepada adik-adiknya yang lahir dari rahim Durgandini. Bukan hanya itu, demi menjaga  ucapannya, Dewabrata juga bersumpah tidak akan menikah seumur hidupnya.

Bakti Dewabrata tidak hanya sampai di situ, bahkan ketika adik-adik yang lahir dari Durgandini siap menikah, dialah yang memasuki sayembara, mencarikan istri bagi keduanya. Di negeri Kasipura, Dewabrata memenangkan sayembara putri dengan mengalahkkan dua raksasa Wahmuka dan Arimuka. Dewabrata memboyong 3 putri Kasipura yaitu Amba, Ambika, Ambalika.

Ambika dan Ambalika mau dinikahkan dengan adik-adik Dewabrata, yaitu Citrawirya-Citrasena. Akan tetapi, Amba menolak, karena hatinya terpaut pada Dewabrata yang gagah, dan pemenang sayembara.  Sebetulnya, saat itu Dewabrata pun jatuh cinta pada Amba. Namun, dia seperti diingatkan akan sumpah setianya sendiri yang tidak akan menikah seumur hidup. Panik, sedih, marah, entah apalagi, hingga Dewabrata lepas kendali. Tanpa sengaja, anak panah yang dimaksudkan menakut-nakuti Amba agar segera naik kereta ke Hastina, ternyata lepas dari busurnya. Amba mati.

Ketika di Bharatayuda, Amba meraga sukma pada Srikandi (istri Arjuna), dan menjemput Dewabrata ke surga.

Demikianlah, sekilas kisah dari pertunjukan berjudul “Dewabrata” yang dipersembahkan oleh Padneçwara didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation. Pertunjukan berlangsung di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada 27 – 28 April 2018.

Tahun 2018 merupakan tahun ke-42 bagi Padneçwara, kelompok kesenian yang setia pada seni tradisional, khususnya Tari Jawa, yang dipimpin oleh Retno Maruti. Sejak hadirnya  Padneçwara di tahun 1976 yang diawali dengan pertunjukan “Damarwulan”, hingga kini Padneçwara senantiasa menampilkan karya baru maupun karya yang dipentaskan ulang untuk dipersembahkan kepada Indonesia, khususnya para penikmat seni tradisional.

Bentuk langendrian (kesenian Jawa yang berbentuk drama tari) yang menjadi salah satu ke-khas-an pertunjukan tari oleh Padneçwara, selalu menjadi daya tarik tersendiri, di samping kekuatan karya Retno Maruti dalam mengemas kisah-kisah yang berakar dari dunia pewayangan maupun legenda, serta gemulai para penari pilihan.

Semoga kegiatan ini mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat terutama generasi muda untuk terus berkarya serta meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.


Share to Facebook Share to Twitter Share to Google

Artikel Lainnya

Video Lainnya