Pameran Lukisan “Bius Rupa Ar.Soedarto”

Posted : 25 Jul 2018

Seni itu memberikan pleasure, memberikan keindahan, kenyamanan, artinya karya seni bisa jadi memberikan pengaruh yang menyenangkan kepada penciptanya maupun penikmatnya. Seni itu memikat, seni itu mengikat sensor inderawi, “menyihir” jiwa untuk bergulat dan berkecamuk di dalam simulasi makna dan pada akhirnya seni  itu mempertajam dan memperhalus mental (jiwa) seseorang.

Kaidah keindahan pada semua cabang kesenian pada prinsipnya hampir memiliki kesamaan. Karena pada dasarnya keindahan adalah simulasi emphirik  dari pengamatan inderawi terhadap obyek-obyek maknawi yang mengusik respon menta/jiwa seseorang. Goresan garis, sapuan warna yang membangun gradasi, melantunkan irama dan dinamika, maupun plastisitas karakter visual, komposisi bentuk, penyisaan bidang yang juga memunculkan aspek keruangan, ataupun juga pemberlakuan efek dan karakter artistik lewat pembubuhan tekstur, serta simbolisasi obyek dengan impresi-impresi tertentu adalah lahir sebagai ekspresi yang terstruktur oleh simulasi pengamatan inderawi secara emphirik.

Dengan demikian karya seni rupa juga memiliki daya “pukau” dan daya “bius” dalam mempengaruhi sistem mental bagi penikmatnya, ia bisa menjadi pembangkit semangat, melahirkan inspirasi baru dalam memahami realitas sebagai sumber makna, menghibur, membangkitkan inovasi-inovasi baru yang menggairahkan.

Pameran Tunggal  Ar. Soedarto  (67) yang ke 11 (sebelas) ini diselenggarakan di Museum Kretek Kota Kudus, Jawa Tengah, pada tanggal 21-25 Juli 2018, dan setelah 10 tahun yang lampau ini merupakan pameran yang ke dua kalinya ia selenggarakan di Kudus kota kelahirannya tercinta. Kegiatan didukung oleh para penggiat seni, Bakti Budaya Djarum Foundation, Paper Gallery dan Designer DAA, dan dibuka secara resmi oleh Bupati Kudus Dr. Musthofa,SE,MM.

Dengan mengambil  tema “Bius Rupa Ar.Soedarto”, memaklumatkan pada kata kunci bahwa karya seni adalah simulasi makna yang memiliki “daya pukau” tersendiri  bagi penikmatnya. Sebab, secara sadar Ar. Soedarto memahami karya yang ia lahirkan adalah penjelmaan atau bentuk artikulasi  dari keter-“pukau”-an dirinya terhadap makna-makna yang ia peroleh sebagai mutiara perenungan yang mendalam [kontemplasi]. Jalur seni abstrak, ia pilih sebagai zona jati diri dalam berekspresi secara rupawi.   

Membaca kesenirupaan Ar.Soedarto, bentuk segitiga yang mengasosiasikan bentuk gunung atau gunungan pada wayang kulit, tabiat ornamentik dari barik-barik kaligrafi huruf Jawa [Honocoroko], mempertegas keterhubungan dirinya terhadap seni visual tradisional yang ia sulap dalam representasi  visual progresif (kekinian). Bentuk kekayon (gunungan wayang) dan kaligrafi Jawa [Honocoroko] yang bermuatan pada nilai-nilai kearifan lokal warisan tradisi juga memperjelas interteksnya terhadap kota Kudus di mana telah kondang identitasnya sebagai kota berakar budaya religi, kota yang unik dengan dua wali sekaligus, Sunan Kudus dan Sunan Muria.       

Yang lebih menarik dalam pamerannya yang mutakhir ini adalah inovasi baru dalam olah kolase. Kali ini ia memanfaatkan bekas-bekas keyboard komputer sebagai elemen ekspresi, selain muncul sebagai keunikan baru ala Soedarto, konteks kekinian menjadi lebih tegas muncul. Selaku warga era kontemporer secara fungsional keyboard komputer bisa jadi ter-interpretasi-kan sebagai produsen berjuta-juta narasi tentang kehidupan dengan multi maknanya, yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya.

Semoga kegiatan ini mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat terutama generasi muda untuk terus berkarya serta meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.


Share to Facebook Share to Twitter Share to Google

Artikel Lainnya

Video Lainnya