Nyanyi Sunyi Revolusi Kisah Penyair Amir Hamzah Hadir Dalam Panggung Teater

Posted : 12 Jan 2019

Jakarta, 12 Januari 2019 – Sebagai bentuk komitmen terhadap upayanya mengangkat sastra Indonesia ke dalam seni pertunjukan, Titimangsa Foundation didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation akan menggelar sebuah pementasan teater bertajuk Nyanyi Sunyi Revolusi. Pementasan ini mengangkat kisah hidup seorang penyair besar Indonesia, Amir Hamzah yang akan dipentaskan pada 2 dan 3 Februari 2019 di Gedung Kesenian Jakarta.

Amir Hamzah merupakan salah satu keluarga bangsawan Melayu Kesultanan Langkat, sebuah kerajaan yang pada masa Hindia Belanda terletak di Sumatera Timur. Lewat kumpulan puisinya Nyanyi Sunyi (1937) dan Buah Rindu (1941) memposisikan nama Amir Hamzah sedemikian penting dalam kesusasteraan Indonesia. H. B. Jassin menyebutnya “Raja Penyair Pujangga Baru”. Selain sebagai penyair, Amir Hamzah juga dikenal sebagai salah seorang yang diangkat sebagai Pahlawan Nasional.

“Amir Hamzah merupakan salah satu tokoh penting dalam perkembangan bahasa Indonesia dan kecintaannya akan bahasa Indonesia dapat dilihat dari dukungannya kepada Sumpah Pemuda yang baru berumur dua tahun dan komitmennya untuk selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam berbagai pertemuan dan kehidupan sehari-hari. Kiprah Amir Hamzah inilah yang harus disebarluaskan kepada generasi saat ini, bahwa bahasa Indonesia melalui proses tidak mudah untuk menjadi bahasa pemersatu seperti yang kita kenal saat ini. Melalui pementasan ini, harapan kami masyarakat Indonesia menjadi lebih bangga pada bahasanya dan khazanah sastra Indonesia,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.

“Saya merupakan penggemar dari puisi-puisi Amir Hamzah. Puisinya penuh dengan kesenduan, tetapi juga dengan kuat mengungkapkan banyak lapisan baru dalam karya puisi pada jaman itu. Selain sebagai penyair, Amir Hamzah juga punya peran besar dalam lahirnya republik. Saat masih sekolah di AMS Solo, Amir sudah aktif bersama teman-teman sekolahnya dalam berbagai perkumpulan pemuda seperti Jong Sumatera, dan Amir tergabung juga dalam perkumpulan ‘Indonesia Moeda’ yang menyuarakan kesadaran nasionalisme melawan kolonialisme Belanda. Meskipun demikian berprestasi, jalan hidup Amir sesungguhnya sangat tragis. Kesedihan cinta yang diputuskan oleh politik kolonial yang bersembunyi di balik adat, juga kematiannya yang menyedihkan di tengah revolusi kemerdekaan,” ujar Happy Salma, produser pementasan dari Titimangsa Foundation.

Dalam melakukan riset naskah pentas mengenai sosok Amir Hamzah, penulis banyak bersumber dari buku karya Nh Dini berjudul Amir Hamzah, Pangeran dari Seberang. Pementasan ini juga salah satunya sebagai bentuk salam hormat dari Titimangsa Foundation untuk penulis kebanggaan Indonesia yang baru saja berpulang, Nh Dini. 

“Kisah hidup Amir Hamzah ini terceritakan sangat apik dalam karya seorang Nh Dini. Penulisan naskah pementasan ini juga bersumber salah satunya dari buku karyanya. Saya selalu mengagumi tulisan Nh Dini. Kekaguman saya pada Amir Hamzah dan Nh Dini inilah yang mendorong saya untuk berupaya mewujudkan cita-cita ini. Setahun lalu, genap sudah harapan saya bahwa kisah Amir Hamzah akan dipentaskan dengan dukungan dari Bakti Budaya Djarum Foundation,” lanjut Happy Salma.

Naskah pementasan ini ditulis oleh Ahda Imran dan didukung pula oleh kreator-kreator yang sudah sangat berpengalaman dan berdedikasi di bidangnya. Disutradarai oleh Iswadi Pratama, sutradara Teater Satu Lampung yang karya terbarunya banyak dipentaskan bersama Teater Satu di Jepang dan Australia. Ia pernah menyutradarai Perempuan di Titik Nol dan Buried Child karya Sam Shepard yang dinobatkan sebagai pertunjukan teater terbaik Indonesia versi majalah Tempo tahun 2008. Selain itu, pementasan ini juga didukung oleh tim artistik yang solid yaitu Iskandar Loedin sebagai Penata Artistik, Retno Damayanti sebagai Penata Kostum, Aktris Handradjasa sebagai Penata Rias dan Jaeko sebagai Penata Musik.

“Kekuatan karya Amir Hamzah terletak pada estetika bahasa yang merdu, menggali kata dari berbagai khazanah bahasa lama, terutama Melayu, tapi dengan makna yang lebih segar, baru dan sesuai dengan semangat jaman saat itu, ketika modernisme kian tumbuh jadi kesadaran dalam sastra dan budaya. Sajak-sajak Amir memberi darah baru pada yang lama,” ujar Ahda Imran.

Titimangsa Foundation menghadirkan para pemain yang sangat berdedikasi dan ingin terus menantang dirinya untuk berkembang dalam keaktorannya. Lukman Sardi akan bermain sebagai Amir Hamzah, Prisia Nasution akan berperan sebagai Tengku Tahura. Dalam pentas kali ini, selain pemain yang merupakan pemain film, tergabung juga pemain teater yang sudah matang dan bermain dalam banyak lakon. Sri Qadariatin akan berperan sebagai Iliek Sundari dan Dessy Susanti berperan sebagai Tengku Kamaliah.

Nyanyi Sunyi Revolusi berkisah tentang Amir Hamzah dalam hubungannya dengan percintaan terhadap manusia dan negaranya. Semasa Amir menempuh pendidikan di Solo, ia menjalin kasih dengan seorang puteri Jawa, Iliek Sundari. Di tengah kemesraan mereka itulah Amir kehilangan ibunya, lalu ayahnya setahun kemudian. Biaya studinya lalu ditanggung oleh Sultan Mahmud, Sultan Langkat. Paman Amir sekaligus raja kesultanan Langkat itu sejak awal tak menyukai aktivitas Amir di dunia pergerakan. Apa yang dikerjakan Amir dianggap bisa membahayakan kesultanan. Untuk menghentikan aktivitas Amir di dunia pergerakan, ia memanggil Amir pulang ke Langkat untuk dinikahkan dengan putrinya, Tengku Puteri Kamaliah. Amir bisa saja menolak tapi Ia sadar betapa ia telah berhutang budi pada Sultan Mahmud. Amir dan Iliek akhirnya dipaksa untuk menyerah, menerima kenyataan bahwa cinta kasih mereka harus berakhir. Meski keduanya masih kuat saling mencintai.

Pernikahan Amir Hamzah dan Tengku Puteri Kamaliah adalah pernikahan yang dipaksakan demi kepentingan politik. Keduanya terpaksa harus menjalani pernikahan itu meski saling tahu bahwa masing-masing tak saling mencintai. Kerinduan dan kehilangan Amir pada Iliek Sundari tetap kuat membekas.

Sementara diam-diam pula ternyata istri Amir, Tengku Puteri Kamaliah, mengetahui kisah cinta kasih Amir dan Iliek Sundari. Ia turut merasakan kesedihan cinta yang tak sampai itu. Pada puterinya, Teungku Tahura ia berniat mengajak Iliek Sundari ke Mekkah naik haji bertiga bersama Amir. Bahkan, jika Amir ingin tetap menikahi Iliek Sundari, ia merelakannya.

Tapi sebelum semua tercapai, suasana Revolusi Kemerdekaan membawa ketidakpastian politik yang membawa rusuhan di seluruh Langkat. Atas hasutan segolongan laskar rakyat dengan agenda politik mereka, meletuskan kerusuhan sosial. Istana Langkat diserbu dan dijarah. Begitu pula dengan nasib Amir. Ia diculik, ditahan dan disiksa di sebuah perkebunan, lalu dipenggal. Seperti perpisahan Amir dan Iliek Sundari, juga pernikahan Amir dan Tengku Puteri Kamaliah yang penuh kepentingan politik kolonial, demikian pula dengan kematiannya, yang diwarnai kekacauan dan kepentingan politik.   

Informasi mengenai pementasan teater Nyanyi Sunyi Revolusi ini dapat menghubungi 0858 1442 7472 & 0821 2322 4667 dan pembelian tiket dapat diperoleh melalui www.titimangsa.or.id (pembelian hanya dapat dilakukan pukul 09.00-18.00 WIB setiap harinya)

HTM pementasan teater Nyanyi Sunyi Revolusi

VVIP                      Rp. 600.000
VIP                        Rp. 500.000
Kelas 1                 Rp. 400.000
Kelas 2                 Rp. 250.000

***

Seputar Titimangsa Foundation
TITIMANGSA Foundation  adalah yayasan nirlaba yang bergerak di bidang budaya. Didirikan oleh Happy Salma bersama Yulia Evina Bhara pada Oktober 2007. Dalam perjalanannya, Titimangsa hadir sebagai wadah yang bergerak dengan konsentrasi pada beragam minat yang berhubungan dengan karya sastra, kepenulisan, dan seni peran atau seni pertunjukan (teater). Sejak 2010, Happy meneruskan perjalanan Titimangsa setelah Yulia lebih berfokus pada film. Secara harfiah, Titimangsa merujuk pada titian proses perjalanan dalam saat atau waktu yang tepat.

Sebagai ide dari suatu wadah, pembentukan Titimangsa dicetuskan bukan karena hasrat atau ambisi yang muluk, seperti, target kesuksesan apalagi demi popularitas. Melainkan, lebih didorong pada pemikiran ihwal keperluan akan suatu sarana berkesenian yang secara khusus berkonsentrasi pada upaya adaptasi karya sastra Indonesia ke dalam seni pertunjukan (teater). Ini pula yang selalu menjadi landasan semangat Titimangsa dalam merancang agenda setiap proses dan manajemen produksinya. Dalam landasan semangat seperti itulah, Titimangsa telah menghasilkan beberapa karya pertunjukan yang berdasarkan sejumlah karya sastra.

Sejak 2007, Titimangsa telah memproduksi sejumlah agenda kegiatan, di antaranya, Keliling Sastra. Program agenda ini berlangsung 2007-2009. Tak hanya di Jakarta, program ini bergerak ke Yogyakarta, Sumbawa, Jepara, Jambi, Kupang, Solo, Semarang, yang seluruhnya bertujuan menghidupkan dan menggelorakan minat dan kesukaan anak-anak muda membaca karya sastra Indonesia.

Pada 2009 Titimangsa memproduksi pentas teater “Ronggeng Dukuh Paruk” yang diadaptasi dari novel  terkenal “Ronggeng Dukuh Paruk” karya Ahmad Tohari.  Selain di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki (TIM), produksi ini juga dipentaskan di Amsterdam (Belanda) dan Bern (Swis). Lalu “Hanya Salju dan Pisau Batu” yang diadaptasi dari karya Happy Salma dan Pidi Baiq menjadi produksi Titimangsa di tahun berikutnya.

Pada tahun 2011, Titimangsa memproduksi pementasan “Monolog Inggit” karya penulis naskah Ahda Imran dan sutradara Wawan Sofwan, mengadaptasi roman “Kuantar Ke Gerbang” karya sastrawan Ramadhan K.H.  Rangkaian pementasan monolog ini berlangsung beberapa kali di semulah tempat di Kota Jakarta dan Bandung hingga tahun 2014. Setahun sebelumnya, 2013,Titimangsa memproduksi film pendek “Kamis Ke-300” yang di tahun 2014 mendapatkan kesempatan screening di Belanda dalam ajang CinemAsia Film Festival 2014.  Mendapatkan dukungan dari HIVOS, film pendek tersebut menyelenggarakan pemutaran di Jakarta, Bandung dan Malang.

Bersama dengan itu pula, Titimangsa mengerjakan sejumlah produksi lainnya, di antaranya, pentas teater “Wayang Orang Rock Ekalaya” di Tennis Indoor Senayan, Jakarta (2014), juga Parade Monolog 8 Perempuan bertajuk  “Aku Perempuan” yang dipentaskan dalam rangka memperingati Hari Kartini di Galeri Indonesia Kaya (2014). Pentas teater “Monolog 3 Perempuan” yang dipentaskan sebagai bentuk apresiasi terhadap sastra Indonesia.

Tahun 2015 kerja produksi Titimangsa menghadirkan seniman perak Bali “Desak Nyoman Suarti” dalam rupa penerbitan buku biografi kreatif. Setahun kemudian diproduksi pentas teater “Kisah 3 Titik”, juga pentas teater “Sukreni Gadis Bali” adaptasi dari karya Anak Agung Panji Tisna. Masih pada tahun 2016, Titimangsa memproduksi “Bunga Penutup Abad” adaptasi dari dua karya Pramoedya Ananta Toer, “Bumi Manusia” dan “Anak Semua Bangsa”. Pertunjukan ini berlangsung di Jakarta dan di Bandung (2017).

“Roos von Tjikembang” yang diadaptasi dari novel “Bunga Roos dari Tjikembang” karya Kwee Tek Hoay, merupakan produksi Titimangsa tahun 2017, menyusul di tahun yang sama juga diproduksi pentas teater “Perempuan Perempuan Chairil” yang merupakan biografi puitik dari penyair Chairil Anwar (Jakarta, 2017). Di tahun 2017, diproduksi pula Teater Tari “Citraresmi” yang dipentaskan di Bandung. Selain itu, Titimangsa juga menjadi bagian dari Pekan Raya Indonesia 2017 yang diselenggarakan di ICE BSD dengan membangun sebuah rumah hantu bertema Teater Interaktif “Misteri Batavia”. Tahun 2018 Titimangsa memproduksi Pameran Arsip “Namaku Pram, menyusul produksi Membaca Sastra “Melihat Masa Lalu, Melihat Masa Kini” di Jakarta, juga pementasan teater “Episode: Tarung/Stripping/Rbbrnck” di Jakarta dan terakhir mementaskan ulang “Bunga Penutup Abad” untuk ketiga kalinya.

Hingga saat ini, Titimangsa Foundation berusaha terus hadir sebagai rumah bersama bagi para seniman potensial yang belum memiliki akses ke ruang publik pertunjukan, demi menampilkan kemampuan dan karyanya. Sebagai rumah bersama, Titimangsa bekerja dengan semangat kebersamaan dalam meniti proses waktu, sebagaimana hakikat waktu adalah proses itu sendiri. Pada semangatnya yang lain, Titimangsa Foundation juga mewadahi para seniman popular Indonesia yang tertarik pada pertunjukan teater yang diadaptasi dari karya-karya sastra Indonesia. www.titimangsa.or.id

Sekilas tentang BAKTI BUDAYA DJARUM FOUNDATION
Sebagai salah satu produsen rokok terbesar di Indonesia yang berasal dari Kudus, Jawa Tengah, Indonesia, PT Djarum memiliki komitmen untuk menjadi perusahaan yang turut berperan serta dalam memajukan bangsa dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mempertahankan kelestarian sumber daya alam Indonesia.

Berangkat dari komitmen tersebut, PT Djarum telah melakukan berbagai program dan pemberdayaan sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) di masyarakat dan lingkungan selama kurun waktu 60 tahun. Pelaksanaan CSR ini dilaksanakan oleh Djarum Foundation yang didirikan sejak 30 April 1986, dengan misi untuk memajukan Indonesia menjadi negara digdaya yang seutuhnya melalui 5 bakti, antara lain Bakti Sosial, Bakti Olahraga, Bakti Lingkungan, Bakti Pendidikan, dan Bakti Budaya. Semua program dari Djarum Foundation adalah bentuk konsistensi Bakti Pada Negeri, demi terwujudnya kualitas hidup Indonesia di masa depan yang lebih baik dan bermartabat.

Dalam hal Bakti Budaya Djarum Foundation, sejak tahun 1992 konsisten menjaga kelestarian dan kekayaan budaya dengan melakukan pemberdayaan, dan mendukung insan budaya di lebih dari 3.000 kegiatan budaya. Beberapa tahun terakhir ini, Bakti Budaya Djarum Foundation melakukan inovasi melalui media digital, memberikan informasi mengenai kekayaan dan keragaman budaya Indonesia melalui sebuah situs interaktif yang dapat diakses oleh masyarakat luas melalui www.indonesiakaya.com. Kemudian membangun dan meluncurkan "Galeri Indonesia Kaya" di Grand Indonesia, Jakarta pada 10 Oktober 2013. Ini adalah ruang publik pertama dan satu-satunya di Indonesia yang memadukan konsep edukasi dan multimedia digital untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia agar seluruh masyarakat bisa lebih mudah memperoleh akses mendapatkan informasi dan referensi mengenai kebudayaan Indonesia dengan cara yang menyenangkan dan tanpa dipungut biaya.

Bakti Budaya Djarum Foundation bekerja sama dengan Pemerintah Kota Semarang mempersembahkan “Taman Indonesia Kaya” di Semarang sebagai ruang publik yang didedikasikan untuk masyarakat dan dunia seni pertunjukan yang diresmikan pada 10 Oktober 2018, bertepatan dengan ulang tahun Galeri Indonesia Kaya ke-5. Taman Indonesia Kaya merupakan taman dengan panggung seni pertunjukan terbuka pertama di Jawa Tengah yang memberikan warna baru bagi Kota Semarang dan dapat menjadi rumah bagi para seniman Jawa Tengah yang bisa digunakan untuk berbagai macam kegiatan dan pertunjukan seni budaya secara gratis.

Bakti Budaya Djarum Foundation juga melakukan pemberdayaan masyarakat dan rutin memberikan pelatihan membatik kepada para ibu dan remaja sejak 2011. Hal ini dilatarbelakangi kelangkaan dan penurunan produksi Batik Kudus akibat banyaknya para pembatik yang beralih profesi. Untuk itu, Bakti Budaya Djarum Foundation melakukan pembinaan dalam rangka peningkatan keterampilan dan keahlian membatik kepada masyarakat Kudus agar tetap hadir sebagai warisan bangsa Indonesia dan mampu mengikuti perkembangan jaman tanpa menghilangkan ciri khasnya. Lebih lanjut informasi mengenai Bakti Budaya Djarum Foundation dapat mengakses www.djarumfoundation.org, www.indonesiakaya.com.

***

Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:

Endah Dwi Ekowati
Public Relations Titimangsa Foundation
: 0815 877 4220
Email: endah.dwiekowati@gmail.com

Image Dynamics
Ima Silaban #0812 9055 4435
(ima.silaban@imagedynamics.co.id)

Rara #0821 2616 7682
(rara@imagedynamics.co.id)

Tisiana #0812 1869 9177
(tisiana@imagedynamics.co.id)


Share to Facebook Share to Twitter Share to Google

Artikel Lainnya

Video Lainnya