Teater Gandrik Hadirkan Lakon Horor Nan Jenaka Dalam Lakon “Para Pensiunan 2049”

Posted : 26 Apr 2019

Setelah sukses mementaskan Hakim Sarmin pada 2017, Teater Gandrik yang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation kembali menyapa penonton seni pertunjukan Indonesia dalam pagelaran yang bertajuk Para Pensiunan 2049. Pementasan ini sukses digelar pada tanggal 8-9 April 2019 di Taman Budaya Yogyakarta dan tanggal 25-26 April 2019 di Ciputra Artpreneur Theater, Jakarta. Mengangkat tema yang sedang hangat diperbincangkan saat ini, pementasan Para Pensiunan 2049 hadir dengan guyonan khas Teater Gandrik.

“Naskah Para Pensiunan 2049 ini merupakan hasil saduran dari karya alm. Heru Kesawa Murti yang berjudul Pensiunan yang dibuat pada tahun 1986. Setelah melalui serangkaian proses, akhirnya naskah ini ditulis kembali oleh Agus Noor dan Susilo Nugroho dan berganti nama menjadi ‘Para Pensiunan 2049’ agar dapat diterima dan dinikmati oleh generasi muda,” ujar G. Djaduk Ferianto, Sutradara pementasan Para Pensiunan 2049.

Lakon ini bercerita tentang para pensiunan yang ingin menikmati masa tuanya dan menunggu akhir hidupnya dengan tenang. Mereka adalah pensiunan jenderal, pensiunan politisi, pensiunan hakim dan para pensiunan lainnya. Lalu ada Undang-Undang Pemberantasan Pelaku Korupsi yang secara konstitusional mengharuskan siapa pun yang mati, dan wajib memiliki Surat Keterangan Kematian yang Baik (SKKB). Undang-undang tersebut memang dibuat agar para koruptor jera, karena hanya orang yang tidak pernah melakukan korupsi yang berhak mendapatkan SKKB. Bila tak punya SKKB, maka mayatnya tidak boleh dikubur, karena dianggap tidak bersih dari korupsi.

“Para Pensiunan 2049 merupakan kisah masa depan jika upaya pemberantasan korupsi menemui jalan buntu, kehidupan akan semakin haru dan lucu. Kami menampilkannya dengan gaya yang sedikit horor namun tentu saja akan tetap membuat penonton terpingkal-pingkal. Selamat menikmati pertunjukan kami!” ujar Butet Kartaredjasa, Pimpinan Produksi Pementasan Para Pensiunan 2049.

Satu dari pensiunan itu terlanjur mati tanpa memiliki SKKB. Padahal ia pensiunan orang besar. Akibatnya, jenazahnya terlunta-lunta nasibnya. Para pensiunan yang lain menjadi gelisah dan masing-masing ingin membuktikan bahwa mereka tak pernah korupsi agar mendapatkan SKKB, sehingga bila nanti mati bisa dikubur baik-baik. Tapi benarkah mereka tak pernah korupsi selama jadi jenderal, politisi, pegawai negeri dan lain-lain?

Untuk mendapatkan SKKB bermacam cara dilakukan, mulai dari membujuk, menjebak, hingga menyuap penjaga kubur. Sementara jenazah pensiunan yang sudah mati terus mendatangi kolega instansi yang berwenang agar nama baiknya dipulihkan dengan SKKB. Undang-Undang Pemberantasan Pelaku Korupsi ternyata juga membuat repot mereka yang belum mati karena cemas saat mati tidak bisa dikuburkan. Bahkan ketika menjadi isu politik dan banyak kepentingan yang mempolitisir, undang-undang tersebut mengancam mereka yang berkuasa.

“Teater Gandrik merupakan salah satu kelompok seni yang senantiasa memadukan semangat teater tradisional dan modern dalam setiap panggung pertunjukannya. Kepiawaian dalam mengolah ide dan gagasan kreatif yang didukung dengan kemampuan akting para pemainnya, Teater Gandrik selalu dapat menarik perhatian para penggemarnya. Mengangkat tema yang sedang hangat diperbincangkan saat ini, pementasan Para Pensiunan 2049 hadir dengan guyonan khas Teater Gandrik dan diharapkan mampu memberikan pemahaman bagi generasi muda mengenai proses dan perkembangan kebudayaan sehingga mampu membangun jiwa yang penuh dengan semangat kebangsaan,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.

Tim kreatif Para Pensiunan 2049 ini adalah Butet Kartaredjasa, Agus Noor, Susilo Nugroho, dan G. Djaduk Ferianto. Pementasan juga melibatkan seniman Indonesia, antara lain Purwanto, Indra Gunawan, Sukoco, Sony Suprapto Beny Fuad Hermawan, Arie Senyanto (Pemusik), Ong Hari Wahyu (Penata Artistik), Feri Ludiyanto (Tim Properti), G. Djaduk Ferianto, Rulyani Isfihana, Jamiatut Tarwiyah (Penata Kostum), Dwi Novianto (Penata Cahaya), dan Antonius Gendel (Penata Suara). Naskah oleh Agus Noor dan Susilo Nugroho serta Pimpinan Produksi Butet Kartaredjasa di bawah arahan Sutradara, G. Djaduk Ferianto.

Dimeriahkan oleh penampilan Butet Kartaredjasa, Susilo Nugroho, Jujuk Prabowo, Rulyani Isfihana, Sepnu Heryanto, Gunawan Maryanto, Citra Pratiwi, Feri Ludiyanto, Jamiatut Tarwiyah, Nunung Deni Puspitasari, Kusen Ali, M. Yusuf ‘Peci Miring’, M. Arif ‘Broto’ Wijayanto, Muhamad Ramdan, dan Akhmad Yusuf Pratama dan tim pendukung pementasan lainnya.

Semoga kegiatan ini mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat terutama generasi muda untuk terus berkarya serta meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.


Share to Facebook Share to Twitter Share to Google

Artikel Lainnya

Video Lainnya