PRODUKSI TITIMANGSA FOUNDATION KE-52 MEREKA YANG MENUNGGU DI BANDA NAIRA KISAHKAN PERTEMUAN EMPAT TOKOH PERGERAKAN INDONESIA

Posted : 24 Nov 2021

Jakarta, 24 November 2021 - Titimangsa Foundation dan Bakti Budaya Djarum Foundation mempersembahkan sebuah pementasan bertajuk Mereka yang Menunggu di Banda Naira. Pementasan ini mengangkat kisah tentang pertemuan empat tokoh pergerakan Indonesia yaitu Sutan Sjahrir, Mohammad Hatta, dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Iwa Koesoema Soemanteri di tanah pembuangan Banda Naira. Lakon ini akan dipentaskan pada Kamis, 25 November 2021 Pukul 20.00 WIB di Gedung Kesenian Jakarta, dan akan ditayangkan secara virtual mulai Jumat, 17 Desember 2021 Pukul 19.00 WIB selama 6 bulan di kanal YouTube IndonesiaKaya.

“Di tengah pandemi, panggung seni pertunjukan Indonesia senantiasa beradaptasi dengan kondisi dan berbagai perubahan yang ada dengan menghadirkan berbagai pementasan secara virtual. Kali ini, bersama dengan Titimangsa Foundation, kami ingin sedikit melepas kerinduan para penikmat seni dengan menyajikan sebuah pementasan yang dapat disaksikan secara virtual dan gratis di kanal YouTube kami, serta secara langsung di gedung seni pertunjukan dengan jumlah penikmat seni yang terbatas dan juga protokol kesehatan di mana seluruh kru, pemain dan penikmat seni wajib sudah melakukan vaksinasi Covid-19 sebanyak dua kali dan melakukan tes baik PCR atau antigen dengan hasil negatif. Semoga pementasan ini dapat menjadi titik awal pulihnya dunia panggung seni pertunjukan,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.

Merespon situasi pandemi yang terjadi saat ini, Happy Salma selaku Founder Titimangsa Foundation dan produser pertunjukan mengatakan optimismenya, “Kami bergerak saja, maju saja dan kreativitas itu ikut mengalir. Selama pandemi ini kami melenturkan diri, beradaptasi dan berkolaborasi dengan banyak pihak, dan ternyata membuka wawasan yang luar biasa untuk kerja kreatif kami.” Happy Salma melanjutkan, “Pentas ini juga merupakan kenang-kenangan yang sangat berarti, yang dititipkan Gunawan Maryanto kepada kami. Beberapa waktu lalu, Ia telah pergi meninggalkan kita semua. Saya tahu, ketika berkarya, almarhum selalu bekerja dengan sepenuh hati. Dan kita akan meneruskan energi itu.”

Mereka yang Menunggu di Banda Naira menceritakan tentang pertemuan empat tokoh pergerakan Indonesia: Bung Syahrir, Bung Hatta, Bung Tjipto dan Bung Iwa, di tanah pembuangan Banda Naira. Tahun 1936, Sjahrir dan Hatta tiba di Banda Naira sebagai tahanan politik. Mereka bertemu dengan tahanan politik lainnya, Tjipto dan Iwa yang sudah terlebih dahulu berada di sana. Meski ada dalam pengasingan, mereka tak gentar meneruskan perjuangan di bidang sosial dan pendidikan.

Kesibukan ini tidak disukai oleh penguasa setempat Hindia Belanda, Kloosterhuis, yang akhirnya memberlakukan pembatasan-pembatasan ruang gerak. Di tengah perjuangannya selama berada di Banda Naira, Sjahrir terus diliputi perasaan gelisah karena terpisah dengan kekasih hatinya, Maria, yang berada di Belanda. Kendatipun surat-surat dari Maria selalu datang, tapi Sjahrir selalu merasa kekurangan. Ia ingin Maria ada di sisinya. Kenangan-kenangan indah bersama Maria senantiasa berkelebat dalam benak Sjahrir ketika ia sedang menyendiri di pantai. Sjahrir setia menunggu Maria datang ke Banda Naira.

Kali ini, sebuah novel karya Sergius Sutanto bertajuk “Bung Di Banda” yang diterbitkan oleh Gagas Media telah menarik perhatian Titimangsa Foundation untuk dipentaskan sebagai produksi ke-52. Novel “Bung Di Banda” dialih wahanakan oleh almarhum Gunawan Maryanto sebagai naskah lakon pementasan yang kemudian ditafsir ulang oleh Wawan Sofwan untuk pertunjukan Mereka Yang Menunggu Di Banda Naira, agar dapat dinikmati dan diterima dengan baik oleh para penikmat seni yang menyaksikan secara langsung maupun dari rumah.

Pementasan teater ini sutradarai oleh Wawan Sofwan, diproduseri oleh Happy Salma dan naskah cerita ditulis oleh Gunawan Maryanto yang kemudian ditafsir ulang oleh Wawan Sofwan. Pementasan ini mengumpulkan nama-nama pemain yang berdedikasi di film dan teater, yaitu Reza Rahadian sebagai Sutan Sjahrir, Lukman Sardi sebagai dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, Tanta Ginting sebagai Mohammad Hatta, Verdi Solaiman sebagai Iwa Koesoema Soemanteri, dan Willem Bevers sebagai Kloosterhuis.

Tergabung juga aktris film yang baru pertama kali menjejakkan kaki di panggung teater, Julie Estelle sebagai Maria Duchtaeau dan aktor cilik pendatang baru, Akiva Sardi sebagai Des Alwi. Pentas ini juga melibatkan jajaran kerabat kerja yang telah malang melintang di dunia seni pertunjukan, yaitu: Deden Jalaludin Bulqini sebagai Pimpinan Artistik, Novi Purnama sebagai Penata Musik, Retno Ratih Damayanti sebagai Penata Kostum, Aji Sangiaji sebagai Penata Cahaya, Yudin Fakhrudin sebagai Penata Rias dan Ruby Roesli sebagai Skenografer.

Pentas ke-52 dari Titimangsa Foundation ini akan digelar di Gedung Kesenian Jakarta dengan jadwal:
Pentas :Kamis, 25 November 2021 Pukul 20.00 WIB.
Tayang online :Mulai Jumat, 17 Desember 2021 pukul 19.00 WIB dan akan ditayangkan selama 6 bulan di Channel YouTube IndonesiaKaya

Tentang Titimangsa Foundation

Secara harfiah, Titimangsa merujuk pada titian proses perjalanan dalam waktu yang tepat. Titimangsa Foundation didirikan oleh Happy Salma bersama Yulia Evina Bhara pada Oktober 2007 dengan dasar pemikiran dan kecintaan pada sastra Indonesia.

Sebagai sebuah wadah, Titimangsa Foundation telah berproses selama 14 tahun dalam upaya menghidupkan dan menggelorakan karya-karya sastra, kepenulisan, dan seni pertunjukan (teater), di tanah air.

Produksi Titimangsa Foundation

  • 2007 -2009, Program Keliling Sastra. Diadakan di Jakarta, ke Yogyakarta, Sumbawa, Jepara, Jambi, Kupang, Solo, Semarang.
  • 2009, pentas teater “Ronggeng Dukuh Paruk”. Adaptasi dari novel “Ronggeng Dukuh Paruk” karya Ahmad Tohari. Dipentaskan di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki (TIM), Amsterdam (Belanda) dan Bern (Swis).
  • 2010, pentas teater “Hanya Salju dan Pisau Batu”. Adaptasi dari karya Happy Salma dan Pidi Baiq.
  • 2011-2014, pentas “Monolog Inggit”. Naskah: Ahda Imran. Sutradara: Wawan Sofwan. Adaptasi dari roman “Kuantar Ke Gerbang” karya sastrawan Ramadhan K.H. Dipentaskan di sejumlah tempat di Jakarta dan Bandung.
  • 2013-2014, film pendek “Kamis Ke-300”. Ditayangkan dalam ajang CinemAsia Film Festival 2014 di Belanda. Didukung oleh Hivos, film ini diputar di Jakarta, Bandung dan Malang.
  • 2013, pameran Tulola Jewelry yang bertajuk “Pita Loka”.
  • 2014, pameran Tulola Jewelry yang bertajuk “Tanah Air”.
  • 2014, pentas teater “Wayang Orang Rock Ekalaya” di Tennis Indoor Senayan, Jakarta.
  • 2014, Parade Monolog 8 Perempuan bertajuk “Aku Perempuan”, di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta.
  • 2015, pameran Tulola Jewelry yang bertajuk “Perempuan dalam Bumi Manusia”.
  • 2015, penerbitan buku biografi kreatif, menghadirkan seniman perak Bali “Desak Nyoman Suarti”.
  • 2016, pentas teater “Kisah 3 Titik”.
  • 2016, pentas teater “Sukresni Gadis Bali” adaptasi dari karya Anak Agung Panji Tisna.
  • 2016-2018, pentas “Bunga Penutup Abad”. Adaptasi dari dua karya Pramoedya Ananta Toer, “Bumi Manusia” dan “Anak Semua Bangsa”. Dipentaskan di Jakarta dan Bandung.
  • 2017, pentas “Roos von Tjikembang”. Adaptasi dari novel “Bunga Roos dari Tjikembang” karya Kwee Tek Hoay.
  • 2017, pentas “Perempuan Perempuan Chairil”, biografi puitik penyair Chairil Anwar, dipentaskan di Jakarta.
  • 2017, pentas teater tari “Citraresmi”, dipentaskan di Bandung.
  • 2017, teater interaktif “Misteri Batavia”, Pekan Raya Indonesia di ICE BSD.
  • 2018, Pameran Arsip “Namaku Pram” di Jakarta.
  • 2018, Membaca Sastra “Melihat Masa Lalu, Melihat Masa Kini” di Jakarta.
  • 2018, pentas teater “Episode: Tarung/Stripping/Rbbrnck” di Jakarta.
  • 2019, pentas teater “Nyanyi Sunyi Revolusi”, biografi puitik penyair Amir Hamzah, dipentaskan di Jakarta.
  • 2019, konser musikal “Cinta tak Pernah Sederhana” digelar di Jakarta.
  • 2019, teater musikal di taman “La La Love”, diadakan di Jakarta.
  • 2020, sandiwara sastra di podcast audio budayakita.
  • 2020, pertunjukan teater daring “Rumah Kenangan”.
  • 2020, pertunjukan teater daring “Aku Istri Munir”.
  • 2020, pertunjukan teater daring “Puisi Cinta untuk Indonesia”.
  • 2020, pertunjukan teater musikal “Anugerah Terindah”, adaptasi dari lagu ciptaan Eross Candra yang dipopulerkan oleh Sheila on 7.
  • 2021, podcast “Romansa Panggung Podcast”, obrolan-obrolan di balik proses produksi.
  • 2021, seri monolog “Di Tepi Sejarah”. Ditayangkan di kanal budaya Indonesiana TV.

Seri ke-1 “Nusa Yang Hilang”, seri ke-2 “Radio Ibu”, seri ke-3 “Sepinya Sepi”; dan seri ke-4 “Amir, Akhir Sebuah Syair”.

  • 2021, “Taksu Ubud”, kolaborasi produksi dengan seniman-seniman Bali.
  • 2021, pentas “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas”. Alih wahana dari novel Eka Kurniawan yang merupakan sebuah respon atas film karya sutradara Edwin produksi Palari Films.
  • 2021, pentas “Mereka yang Menunggu di Banda Naira”. Alih wahana dari novel Sergius Sutanto berjudul “Bung Di Banda”.

Share to Facebook Share to Twitter Share to Google

Artikel Lainnya

Video Lainnya