Setan Jawa, Film Bisu Hitam Putih Karya Garin Nugroho Diiringi Langsung Orkestra Musik Gamelan

Posted : 05 Sep 2016

Merayakan 35 tahun berkarya di industri film, Garin Nugroho didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation mempersembahkan karya berjudul ‘Setan Jawa’ sebuah film bisu yang mengangkat mitologi Jawa dan menyesuaikannya dalam film tari kontemporer yang terinspirasi oleh karya Friedrich Wilhelm Murnau, Nosferatu.

Setan Jawa merupakan film bisu hitam putih pertama karya Garin Nugroho yang diiringi dengan orkestra musik gamelan secara live yang dibuat oleh Rahayu Supanggah dan diputar perdana pada tanggal 3 dan 4 September 2016 di Gedung Teater Jakarta. Perilisan film Setan Jawa di Jakarta merupakan penampilan pertama sebelum diputar pada world premier di Opening Night of Asia Pacific Triennial of Performing Arts di Melbourne, Februari 2017.

“Pertunjukan Setan Jawa mengangkat kisah mitologi Jawa yang merupakan bagian dari kekayaan budaya Indonesia. Di dalam kisah-kisah mitologi daerah di Indonesia tersimpan nilai-nilai luhur serta ajaran moral yang berakar dari sejarah dan tradisi masyarakat. Mitologi mengandung kearifan lokal yang mampu membentuk pola perilaku masyarakat agar menghormati serta berbuat lebih baik terhadap sesuatu yang dianggap bernilai, suci dan sakral. Diharapkan film ini mendapat banyak apresiasi dari masyarakat Indonesia dan juga masyarakat luar dan semakin banyak sineas muda yang terinspirasi dan menghasilkan film yang tak kalah hebatnya," ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.

Bercerita tentang kisah cinta dan tragedi kemanusiaan dengan latar waktu awal abad ke-20. Setio, seorang pemuda dari desa miskin jatuh cinta dengan Asih, seorang putri bangsawan Jawa. Lamaran yang ditolak membuat Setio mencari keberuntungan melalui kesepakatan dengan iblis yang dikenal sebagai ‘Pesugihan Kandang Bubrah’ untuk mencari kekayaan dan nantinya dapat melamar Asih. Setio akhirnya menjadi kaya dan kawin dengan Asih, mereka hidup bahagia dalam rumah Jawa yang megah.

Asih kemudian mengetahui bahwa suaminya menjalani laku pesugihan kandang bubrah. Asih yang sangat mencintai suaminya kemudian menemui setan pesugihan. Asih meminta pengampunan pada setan agar suaminya pada saat kematiannya tidak menjadi tiang penyangga rumah.

“Setan Jawa dikisahkan dalam bingkai sejarah periode awal abad ke-20 sebagai konsep waktu yang menarik untuk dieksplorasi. Memungkinkan ekspresi film ini bergerak antara tradisi dan kontemporer dan dalam beragam silang disiplin dan budaya. Film ini menyatukan perspektif kontemporer dengan tari tradisi, musik, hingga fashion dalam ruang bebas intrepretasi,” ungkap Garin Nugroho, Produser dan Sutradara Setan Jawa

Film bisu ini dikisahkan pada awal abad ke-20, selaras dengan waktu tumbuhnya film hitam putih sekaligus merebaknya fashion, sastra dan berbagai bentuk seni hiburan di puncak kolonialisme Belanda. Namun film ini bukanlah drama sejarah, tetapi waktu sejarah dalam film ini adalah bingkai referensi dalam Setan Jawa. Era kolonial awal abad ke-20 adalah era pengembangan industrial disertai pengembangan infrastruktur bertumbuhnya gerakan nasionalisme dan juga identitas manusia Jawa yang terepresentasikan pada kehidupan sehari-hari, seni, bahasa dan juga mistik. Pada era ini, mistik Jawa tumbuh seiring tumbuhnya theosofi, sebuah gerakan religiusitas berbasis harmoni beragam perspektif kepercayaan. Dalam konteks ini, jalan pesugihan menjadi populer untuk meraih masa depan lebih baik sekaligus sebagai mobilitas sosial dalam dunia baru yang penuh tekanan.

Setan Jawa merupakan proyek kolaborasi antara Garin Nugroho dan Rahayu Supanggah yang dipertemukan kembali setelah 10 tahun yang lalu berkolaborasi dalam proyek 'Opera Jawa'. Rahayu Supanggah, seorang seniman musik yang telah dan masih memperkenalkan dan mempopulerkan musik gamelan Jawa ke masyarakat dunia selama lebih dari 40 tahun, akan menampilkan sebuah orkestra gamelan yang akan mengiringi film bisu hitam putih karya Garin, dibawakan secara langsung dengan 20 pengrawit (pemusik gamelan).

Film ini menampilkan Asmara Abigail (Asih), Heru Purwanto (Setio) dan Luluk Ari (Setan Jawa), Quin Dorothea (Setan Padi & Ibu Asih), Anggono Wibowo (Setan Byayakan), Pak Kodok (Setan Tua), Bambang Mbesur (Setan Kemayu), Danang Pamungkas (Badut laki-laki), Cahwati Sugiarto (Badut perempuan), Muhammad Fathan Irsyad (Setan Jawa Kecil) dan Rusini (Nenek).

Semoga kegiatan ini mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat terutama generasi muda untuk terus berkarya serta meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.


Share to Facebook Share to Twitter Share to Google

Artikel Lainnya

Video Lainnya