Dewan Kesenian Jakarta Menggelar “Jakarta Dance Meet Up “

Posted : 31 Mar 2017

Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) merupakan sebuah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat seniman, dan telah dikukuhkan oleh Gubernur DKI Ali Sadikin pada 7 Juni 1968. DKJ mempunyai 6 (enam) bidang komite, yaitu seni rupa, film, sastra, teater, musik dan tari. 

Pada 31 Maret 2017, DKJ didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation menyelenggarakan ‘Jakarta Dance Meet Up’ (JDMU) di Gedung Kesenian Jakarta. JDMU bertujuan memberikan ruang bagi komunitas-komunitas tari di Jakarta baik dalam arti kesempatan pentas juga dalam arti wadah yang mempertemukan, menjalin jejaring satu sama lain, yang dalam satu sisi dapat memberi masukan buat DKJ dalam menyusun pemetaan tari di Jakarta sekaligus ajang seniman mengembangkan, meningkatkan serta memperdalam kreasi, manajemen maupun lainnya.

Pelaksanaan JDMU ini mulai digerakkan sendiri oleh komunitas-komunitas tari di Jakarta dan telah mendata serta melibatkan puluhan komunitas tari yang bersedia tampil dalam ajang ini.  Sebagai sesi pertama penyelenggaraannya, dari rencana 3 edisi dalam setahun,  JDMU edisi Maret menampilkan karya para koreografer dari 6 (enam) komunitas tari. Komunitas tari ini adalah Cipta Urban TIM, Citra Art Studio, EE Production, EKI Dance Company, GIGI Art of Dance, dan Sanggar Tari Limpapeh.

Cipta Urban TIM menampilkan medley karya dari 4 koreografer, yaitu Gege Diaz dengan Kehidupan Masyarakat Larantuka, Aboogrey Lobubun Filosofi Bermain Bola, Stenly Patty Koreografi Urban Hip Hop, dan Dedi Maniakori Dejavu. Citra Art Studio dengan koreografernya Suryani menampilkan “Sedanau”. Sedangkan EE Production menampilkan Tomorrow garapan koreografer Eyi Lesar. Tiga koreografer EKI Dance Company turut dalam JDMU ini: Kresna Kurnia Wijaya dengan Ceker Geger, Siswanto Kojack Kodrata Preman Jalanan, dan Takako Leen Last Bow. Dua koreografer EKI Dance Company, Kojack Kodrata dan Takako Leen berkolaborasi dengan Michael da Lopez, Siska Napitulu, dan Elly Raranta untuk aransemen vokal dan musik dalam karya mereka berjudul Beautiful Bots. GIGI Art of Dance menampilkan karya MI CASA sebuah karya hasil Dance Lab anggota GIGI. Koreografer Sanggar Tari Limpapeh, Putri Jingga Aura dan Ridwan menyuguhkan karya Anak Sasian.

Hartati, selaku Ketua Komite Tari DKJ mengungkapkan, “Forum tari sebagai pemetaan harus dilakukan untuk membaca seberapa banyak komunitas tari, sanggar, sekolah tari informal, atau group kecil dengan  genre tari apa saja. Fungsi komunitas bagi masyarakat adalah sebagai tempat belajar menari, sebagai ruang ekspresi, dan juga sebagai bagian dari industri kreatif hiburan atau jasa”. Hal inipun ditegaskan oleh Rusdy Rukmarata sebagai anggota Komite Tari DKJ, “Perkembangan dunia tari yang kian marak dan beragam tidak terlepas dengan berkembangnya kota Jakarta sebagai megapolitan. Dunia tari dewasa ini makin masuk ke berbagai bidang kehidupan, berinteraksi dan berkolaborasi dengan berbagai elemen. Pementasan tari bisa digelar di bermacam tempat, bukan hanya di gedung pertunjukan."

Dari sisi yang berbeda, Helly Minarti yang juga anggota komite tari di DKJ mendapati persoalan serius di dunia tari Indonesia yang miskin penggalian. “Tubuh tari Indonesia kadang terjebak dalam eksplorasi yang spektakular semata tapi miskin wacana, padahal sejarahnya sangat kaya dan jika saja dibarengi oleh pemikiran kritis, sangat potensial menyumbang pada percakapan global tari dunia.,“ cetus Helly. “Tari Indonesia berhenti bertanya “ tambahnya.

Anggota Komite Tari yang lain, Yola Yulfianti, mengkritisi unsur yag lebih spesifik, yakni koreografer. “Persoalan yang juga menggelisahkan adalah kurangnya kepercayaan diri bagi koreografer muda atau calon koreografer untuk mulai berani menunjukkan karyanya. Penyebabnya beragam, dari masalah klasik yaitu dana untuk membuat karya, lalu platform sebagai ruang untuk pendatang baru tanpa beban tuntutan kualitas atau judgement benar atau salah” katanya.

Dari sejumlah fenomena ini, diharapkan JDMU mampu mengambil peran yang proporsional untuk ikut memberi jalan keluar dalam labirin dunia tari ini. Setidaknya mampu memantik semua praktisi, pemangku kepentingan dalam dunia tari untuk bertemu, berkolaborasi dan bersama memajukan tari Indonesia.

Program Jakarta Dance Meet Up edisi perdana ini disambut antusias oleh penikmat pertunjukan tari. Ini terbukti dari kursi yang disediakan sebanyak 451 buah, sudah habis terpesan dalam lima hari semenjak reservasi dibuka.

Semoga kegiatan ini mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat terutama generasi muda untuk terus berkarya serta meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.


Share to Facebook Share to Twitter Share to Google

Artikel Lainnya

Video Lainnya