Mengurai Kebuntuan Teater Indonesia di Awal 2017

Posted : 11 Apr 2017

Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) periode 2015-2018, yang beranggotakan Adinda Luthvianti; Afrizal Malna; Budi Sobar; dan Rita Matumona, sejak awal tahun 2017 melakukan upaya mengurai kebuntuan teater Indonesia, dalam bentuk diskusi-diskusi tertutup dengan para pegiat teater. Hasilnya, dua program pertama yang akan diluncurkan ke publik untuk mencari jawaban dari kebuntuan ini adalah “Teater Arsip” dan “Djakarta Teater Platform”. Dua program ini merupakan mata rantai dari empat program Komite Teater DKJ 2017. Dua program yang lain adalah “Lintas Media” dan “Festival Teater Jakarta”.

Program “Teater Arsip” merupakan wadah untuk memperbincangkan kembali tentang bagaimana kita hidup berdampingan dengan arsip. Program ini dirancang sebagai pembacaan baru medan teater yang tidak lagi berorientasi kepada bentuk (realis maupun non-realis), melainkan kepada bagaimana riset maupun pengelolaan arsip dilihat sebagai basis produksi teater. Hasil riset maupun pengelolaan arsip tersebut nantinya akan menentukan bentuk proyek teater yang akan diwujudkan. Program yang telah digodok sejak 2016 lalu ini juga diharapkan dapat membuka multi sudut pandang antara memperlakukan media teater tidak semata-mata sebagai proyek pertunjukan, tetapi juga sebagai proyek reinvestigasi memori teater.

Wacana yang pertama dilemparkan dalam program “Teater Arsip” ini bertema Data dan Imajinasi. Apakah data bisa dibaca tanpa imajinasi? Riset dalam teater memunculkan medan yang paling nyata dalam melihat bagaimana data dan imajinasi saling bekerja, saling himpit, atau bahkan menjadi kerja yang paling manipulatif dalam arti negatif maupun positif. Diskusi ini akan membuka dua ruang lingkup pembicaraan. Pertama, membaca ulang bagaimana data dan imajinasi diperlakukan dalam riset untuk proyek pertunjukan. Kedua mengenai pengalaman bagaimana data dan imajinasi ini diwujudkan dalam praktik pertunjukan teater.

Diskusi Data dan Imajinasi menghadirkan pembicara Akbar Yumni (Periset Teater), Yudi Ahmad Tajudin (Teater Garasi), dan Zamzam Fauzanafi (Dosen Antropologi Universitas Gadjah Mada) serta, Rebecca Kezia (Pegiat Teater) sebagai moderator. Diadakan pada Selasa, 11 April 2017 mulai pukul 15.00 WIB di Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki.

Program kedua yang diluncurkan adalah “Djakarta Teater Platform”. Program ini adalah sebuah laboratorium bersama untuk melakukan kuratorial pada gagasan atau ide, bukan pada karya. Display dalam Ruang Teater menjadi gagasan yang diangkat dalam acara berbentuk lokakarya dua hari ini.

Display biasanya lebih dikenal dalam dunia seni rupa, terutama bagaimana sebuah pameran mendapatkan pencapaian maksimal. Sebuah karya yang baik, bisa jadi tidak komunikatif atau pesannya gagal dipahami publik, hanya karena gagal dalam mengeksekusi display yang representatif.

Teater hampir tidak mengenal bagaimana disiplin digunakan tidak semata untuk seni rupa panggung, tetapi sebagai kesatuan ruang tematik. Dalam pertunjukan Teater Garasi berjudul Yang Fana Adalah Waktu – Kita Abadi (2016) menggunakan strategi display yang menarik. Ruang pertunjukan menghadirkan sosok patung militer terbungkus plastik. Figur ini menghasilkan dialog baru dalam penghadiran teks-teks yang bersifat kenangan personal dengan latar peristiwa 1965.

Lokakarya ini diharapkan membuka medan lain bagaimana teater menciptakan ruangnya tidak semata sebagai sesuatu yang terlihat, tetapi juga sebagai wacana pembacaan untuk public.

Lokakarya Display dalam Ruang Teater menghadirkan fasilitator MG. Pringgotono (Serrum), Arman Arief Rahman (Serrum), dan Hanafi (Perupa). Diadakan pada Rabu-Kamis, 12-13 April 2017 mulai pukul 10.00-18.00 WIB di Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki.

Dua agenda awal dari dua program Komite Teater DKJ ini diharapkan menjadi titik cerah untuk awal mengurai kebuntuan teater di Indonesia. Program ini akan terus berlangsung sepanjang 2017, dengan tambahan program-program lainnya dari Komite Teater DKJ. Diskusi dan lokakarya Dewan Kesenian Jakarta ini juga didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation.


Share to Facebook Share to Twitter Share to Google

Artikel Lainnya

Video Lainnya