Siswa SMK Animasi Binaan Djarum Magang Proyek Rp150 Juta per Menit - WartaEkonomi.co.id


Posted : 30 Nov 2018

Warta Ekonomi.co.id, Jakarta - Para siswa di SMK Raden Umar Said Kudus, Jawa Tengah, benar-benar dipersiapkan untuk menjadi animator kelas dunia. Selain mendapatkan fasilitas dan tenaga pengajar internasional, mereka juga mendapat kesempatan magang untuk mengerjakan proyek animasi senilai Rp150 juta per menit.

Program Director Bakti Pendidikan Djarum Fondation, Primadi H Serad mengatakan permintaan layanan animasi dari industri sangat tinggi. Permintaan tersebut bukan hanya datang dari perusahaan nasional, namun juga perusahaan multinasional hingga studio film luar negeri. Para siswa SMK Raus pun mendapat kesempatan merasakan atmosfer kerja dengan klien secara profesional.

"Dengan bekerja bersama klien internasional, maka standar kerja siswa akan berkelas dunia. Para guru akan memastikan kualitas animasi siswa sesuai dengan kebutuhan klien," katanya di Kudus, Rabu (28/11/2018).

Prim, sapaan akrabnya, mengatakan pendapatan dari proyek animasi tersebut akan diserahkan sepenuhnya kepada SMK binaan Djarum Foundation ini. Dengan demikian, sekolah bisa menghidupi diri sendiri tanpa harus bertumpu pada bantuan dari Djarum. Apalagi invetasi atas fasilitas dan peralatan mengajar serta biaya operasional sekolah cukup mahal karena menyesuaikan dengan standar internasional.

"Siswa di SMK ini mendapat beasiswa dari Djarum dan cukup membayar biaya pendidikan sebesar Rp300.000 per bulan. Sekolah harus mengeluarkan biaya operasional bulanan sekitar Rp1,5 juta per siswa," sebutnya.

Ia menjelaskan sekolah pernah membagi hasil pendapatan proyek sebesar Rp20 ribu per menit kepada siswa. Dengan sharing revenue sebesar itu, para siswa bisa mengakumulasi pendapatan hingga Rp10 juta per bulan. Sayangnya, skema ini justru mengubah orientasi siswa dari mendapatkan pelajaran jadi menghasilkan uang.

Para siswa pun mendadak bersifat konsumtif setelah mendapatkan pemasukan tinggi tersebut. Beberapa siswa mulai gonta-ganti smartphone dan membeli motor. Meski ada beberapa siswa yang menyerahkan uang tersebut kepada orangtua mereka.

"Kami mengakui skema itu salah. Karena siswa jadi selektif dalam mengerjakan proyek animasi. Mereka tidak mau mengerjakan tugas guru karena tak ada uangnya. Akhirnya, kami hapus skema tersebut," sebutnya.

Siswa yang masuk pada 2018 ini merupakan angkatan keempat sejak SMK Raus didirikan pada 2015 lalu. Tahun ini SMK Raus telah meluluskan 25 siswa yang merupakan angkatan pertama. Setiap tahun penerimaan dan pendaftaran siswa terus mengalami peningkatan. SMK Raus akhirnya menetapkan format seleksi karena minat masyarakat untuk bergabung di sekolah tersebut semakin tinggi.

Dalam proses penerimaan siswa baru, pihak sekolah menetapkan komposisi 70:30. Sebanyak 70% kuota siswa diperuntukkan bagi pelajar asal Kudus, sedangkan 30% bagi pelajar di luar Kudus.

Source

 

Share to Facebook Share to Twitter Share to Google

Artikel Lainnya